Mengapa TN Gunung Leuser adalah Laboratorium Alam Terbaik? (Fakta, Flora & Fauna Langka)

Published On: 14/07/2025

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) bukanlah sekadar taman nasional biasa. Ini adalah sebuah “permata hijau dunia yang tersisa,” sebuah laboratorium alam raksasa sekaligus benteng pertahanan terakhir bagi keanekaragaman hayati planet kita.

Dengan luas mencapai 1.094.692 hektar, TNGL adalah satu-satunya ekosistem di dunia di mana empat mamalia besar paling ikonik dan terancam punah—Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Badak Sumatera, dan Orangutan Sumatera—masih hidup berdampingan di alam liar.

Diakui secara global sebagai Cagar Biosfer (1981) dan bagian inti dari Situs Warisan Dunia UNESCO (2004), TNGL adalah harta karun yang tak ternilai. Namun, kawasan ini juga terus menghadapi ancaman serius, menjadikannya “Situs Warisan Dunia dalam Bahaya” sejak 2011.

Baik Anda seorang peneliti, petualang, atau pecinta alam, panduan komprehensif ini akan mengulas segala yang perlu Anda ketahui tentang Taman Nasional Gunung Leuser, dari sejarah panjangnya hingga cara terbaik menjelajahinya.

📜 Sejarah Panjang Sang Penjaga

Pembentukan TNGL adalah proses panjang yang memakan waktu puluhan tahun, dimulai sejak era kolonial Belanda:

  • 1920-an: Usulan konservasi pertama kali diajukan oleh ahli geologi Belanda, FC Van Heurn.

  • 1934: Gubernur Aceh, A Ph Van Ahen, menetapkan Suaka Alam Gunung Leuser seluas 142.800 hektar.

  • 1936-1976: Beberapa suaka margasatwa lain ditetapkan di sekitarnya, termasuk Suaka Margasatwa Kluet, Langkat, Sikundur, dan Kappi.

  • 1980: Pemerintah Indonesia secara resmi meresmikan Taman Nasional Gunung Leuser melalui SK Menteri Pertanian (No. 811/Kpts/Um/II/1980), menggabungkan suaka-suaka tersebut menjadi satu kawasan seluas 792.675 hektar.

  • 1997: Luas taman nasional diperbarui dan ditetapkan menjadi 1.094.692 hektar berdasarkan SK Menteri Kehutanan (No.276/Kpts-II/1997).

🌍 Keanekaragaman Hayati: Laboratorium Alam Raksasa

Gajah Sumatera - Taman Nasional Gunung Leuser

Gajah Sumatera – Taman Nasional Gunung Leuser Kab. Aceh Tenggara, Aceh | Google Map/Kontributor Sarjana Politik

TNGL adalah salah satu kawasan dengan biodiversitas terkaya di Asia Tenggara. Fungsi ekologisnya sangat vital, berperan sebagai “menara air” yang menjadi hulu bagi 10 sungai besar di Aceh dan Sumatera Utara, menyuplai air bersih untuk lebih dari 4 juta orang.

Fauna: Rumah Terakhir Para Raksasa

Keunikan utama TNGL adalah rumah bagi 54% fauna terestrial Sumatera.

  • Empat Satwa Kunci: Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Badak Sumatera, dan Orangutan Sumatera.

  • Mamalia Lain: Terdapat lebih dari 105 spesies mamalia, termasuk Beruang Madu, Kucing Emas, Kambing Hutan, Tapir, Ajak (Anjing Hutan), dan Siamang.

  • Primata: Selain Orangutan (Pongo abelii), TNGL adalah habitat penting bagi Kedih (Presbytis thomasi) atau Monyet Daun Thomas, Owa (Hylobates lar), dan Beruk.

  • Burung: Tercatat ada lebih dari 380 spesies burung, menjadikannya surga bagi birdwatcher. Spesies ikonik termasuk berbagai jenis Burung Rangkong (Buceros bicornis), Julang, dan Kangkareng.

  • Reptil & Amfibi: Lebih dari 95 spesies, termasuk Buaya Muara, Penyu Belimbing (di Rantau Sialang), dan Kura-kura Gading.

Flora: Hutan Ribuan Spesies

Diperkirakan terdapat 3.500 hingga 4.000 spesies tumbuhan di dalam TNGL. Vegetasinya sangat lengkap, terbagi atas zona-zona berbeda (menurut Van Steenis):

  1. Zona Tropika (di bawah 1.000 mdpl): Hutan lebat dengan pohon raksasa seperti Meranti, Keruing, dan Kapur, serta dipenuhi liana (tumbuhan merambat).

  2. Zona Montana (1.000 – 1.500 mdpl): Hutan pegunungan yang lebih pendek dan diselimuti lumut.

  3. Zona Sub-Alpin (di atas 2.900 mdpl): Didominasi oleh semak belukar, pohon kerdil, dan lumut.

Kawasan ini juga menjadi rumah bagi flora paling spektakuler di dunia:

  • Bunga Bangkai Raksasa (Amorphophallus titanium)

  • Bunga Raflesia (Rafflesia arnoldii dan R. atjehensis)

  • Daun Payung Raksasa (Johannesteijsmania altifrons)

🏞️ Daya Tarik & Aktivitas: Petualangan Menanti di Leuser

Menjelajahi TNGL menawarkan pengalaman berbeda tergantung dari pintu masuk mana Anda memulainya. Berikut adalah destinasi dan aktivitas utama di dalam kawasan TNGL:

1. Bukit Lawang (Sumatera Utara): Gerbang Utama Orangutan

Bukit Lawang adalah destinasi paling terkenal dan aksesibel di TNGL. Dulunya merupakan pusat rehabilitasi orangutan, kini menjadi gerbang utama untuk melihat orangutan semi-liar.

  • Daya Tarik: Observasi orangutan Sumatera di habitat aslinya.

  • Aktivitas:

    • Trekking: Aktivitas utama, mulai dari trekking singkat (3 jam) hingga ekspedisi beberapa hari. Anda wajib menggunakan pemandu lokal berlisensi.

    • Tubing: Menghanyutkan diri di atas ban menyusuri jernihnya Sungai Bahorok untuk kembali ke desa setelah trekking.

    • Wisata Gua: Mengunjungi Gua Kelelawar.

2. Tangkahan (Sumatera Utara): Surga Gajah Tersembunyi

Sering disebut sebagai “benteng” TNGL karena dijaga oleh masyarakat lokal, Tangkahan adalah kawasan ekowisata yang berfokus pada konservasi Gajah Sumatera.

  • Daya Tarik: Interaksi etis dengan Gajah Sumatera.

  • Aktivitas:

    • Memandikan Gajah: Membantu para mahout (pawang) memandikan gajah di Sungai Batang Serangan.

    • Patroli Gajah: Ikut berpatroli trekking ringan bersama gajah dan mahout menyusuri hutan.

    • Susur Sungai: Tubing atau rafting ringan.

3. Ketambe & Gurah (Aceh Tenggara): Jantung Penelitian

Bagi mereka yang mencari pengalaman hutan primer yang lebih liar dan autentik, Ketambe adalah jawabannya.

  • Daya Tarik: Stasiun Riset Ketambe, stasiun penelitian primata (khususnya orangutan liar) tertua di Indonesia, didirikan pada 1971 oleh Dr. Herman Rijksen. Kepadatan orangutan liar di sini sangat tinggi.

  • Aktivitas:

    • Trekking Hutan Primer: Menjelajahi hutan yang masih perawan untuk penelitian atau observasi satwa liar (membutuhkan izin khusus dan pemandu).

    • Arung Jeram (Rafting): Titik awal arung jeram di Sungai Alas yang menantang biasanya dimulai dari Gurah, dengan rute yang bisa memakan waktu hingga 3 hari.

4. Pendakian Gunung Leuser (via Kedah, Gayo Lues)

Ini adalah petualangan bagi para pendaki gunung profesional yang mencari tantangan ekstrem.

  • Daya Tarik: Menaklukkan atap Leuser, termasuk Puncak Leuser (3.149 mdpl), Puncak Loser, dan Puncak Tanpa Nama.

  • Aktivitas: Pendakian berat yang memakan waktu setidaknya dua minggu, melewati medan hutan lumut yang magis dan menantang.

5. Pesisir Barat (Aceh Selatan)

Wilayah ini menawarkan ekosistem yang berbeda, dari rawa hingga pantai.

  • Daya Tarik: Danau Laut Bangko (area rawa), Suak Belimbing (lokasi penelitian orangutan liar lainnya), dan Rantau Sialang.

  • Aktivitas: Konservasi dan penangkaran Penyu Belimbing di Rantau Sialang.

🚗 Panduan Praktis: Rute, Transportasi, dan Waktu Terbaik

Merencanakan perjalanan ke TNGL membutuhkan persiapan, karena lokasinya yang terpencil.

Akses ke Bukit Lawang & Tangkahan (Sumatera Utara)

  1. Titik Awal: Kota Medan (Bandara Internasional Kualanamu – KNO).

  2. Transportasi: Pilihan terbaik adalah menggunakan mobil pribadi sewaan atau layanan travel/bus pariwisata.

  3. Rute & Waktu:

    • Medan ke Bukit Lawang: Sekitar 80-90 km, ditempuh dalam 3-4 jam perjalanan darat.

    • Bukit Lawang ke Tangkahan: Perjalanan lanjutan sekitar 2-3 jam (50 km) melalui jalan perkebunan yang menantang.

Akses ke Ketambe & Gurah (Aceh Tenggara)

  1. Titik Awal: Kota Kutacane (Kabupaten Aceh Tenggara).

  2. Cara ke Kutacane:

    • Via Darat dari Medan: Perjalanan memakan waktu sekitar 5-6 jam (± 240 km) melalui Berastagi (Kabupaten Karo).

    • Via Udara: Penerbangan perintis dari Banda Aceh (BTJ) atau Medan (KNO) ke Bandara Alas Leuser (LSR) di Kutacane.

  3. Rute & Waktu:

    • Kutacane ke Ketambe/Gurah: Perjalanan darat singkat sekitar 30-45 menit (± 35 km).

Waktu Kunjungan Terbaik

Musim terbaik untuk mengunjungi TNGL adalah selama musim kemarau, yaitu antara bulan Juni hingga Oktober. Pada periode ini, curah hujan lebih rendah, membuat jalur trekking tidak terlalu licin dan peluang melihat satwa liar lebih tinggi.

Kesimpulan: Warisan yang Harus Dijaga

Taman Nasional Gunung Leuser lebih dari sekadar destinasi wisata; ia adalah titipan yang harus kita kembalikan kepada anak cucu kita. Mengunjunginya bukan hanya soal petualangan, tetapi juga tentang mendukung pariwisata yang bertanggung jawab (responsible tourism).

Dengan menyewa pemandu lokal, menghormati satwa liar (terutama tidak memberi makan orangutan), dan menjaga kebersihan, Anda telah berpartisipasi dalam menjaga “benteng terakhir” ini.

Siapkah Anda menjelajahi salah satu hutan hujan paling penting di planet ini?

Leave A Comment

Artikel Terbaru

Pilihan Editor